Selasa, 12 Mei 2009

LAUT SAWU (SABU) SEBAGAI KAWASAN PERAIRAN KONSERVASI

LAUT SAWU (SABU) SEBAGAI KAWASAN PERAIRAN KONSERVASI


Pada mulanya alam raya ini gelap gulita dan ditutupi Samudra raya, kosong (takbermakna/tak berarti/belum berguna dan tak bias membawa manfaat apapun). Kisah penciptaan yang sesungguhnya adalah FASE/TAHAB penciptaan (karena 2 benda penerang di ciptakan ALLAH baru pada hari/tahab selanjutnya).

Setelah adanya matahari/benda penerang maka mulailah sejarah KEHIDUPAN/peradaban maklukh hidup di mulai. Kolam raksasa di bumi yang di dominasi NATRIUM (Na+) seakan suatu keabadian,dan dianggap masih sekedar TAMBANG RAKSASA yang dikeduk tanpa batas kuantitas dan waktu. Manusia memasang tirai pemisah/memisahkan dirinya dengan laut, tirai penghubung KAUSALITAS manusia dan laut belum diberimakna serius. Bagaimana laut berperan/andil besar dalam mempertahankan nafas bumi yang sekarat takdihiraukan manusia/ Manusia yakin kalau laut itu mampu menyembuhkan dirinya sendiri. MAsuknya manusia kea bad /peradaban baru berkat teknologi tampak lambat menyadari kalau laut sesungguhnya suatu “KOLAM DINAMIKA RAKSASA” yang selalu mencari dan menemukan keseimbangan. Ketimpangan hubungan manusia dengan laut berdampak pada alam secara keseluruhan. Kisah penciptaan langit dan bumi memperingatkan kita (tertulis) Allah memisahkan air dari air. Air membentuk CAKRAWALA/LANGIT. Dan baru ketika Matahari dan benda penerang lainnya di ciptakan timbulnya evaporasi yang HANYA mampu membentuk AWAN (letaknya di bawah stratosfer dan ionosfer). Lapisan-lapisan ini membentuk dan berfungsi sebagai SELIMUT RAKSASA yang setiap saat akan dapat TERKOYAK karena prilaku /cara hidup masusia. Bocornya/terkoyaknya lapisan ionosfer sudah menjadi CELAH masuknya sinar PEMUSNAH MASSAL di bumi. Peradaban manusia yang saat ini di topang oleh kehidupan berbagai biota laut dan makluk hidup di darat dan udara akan menemui ajalnya lebih cepat dari waktu yang mampu di prediksi manusia. Bagai mana peranan laut terhadap iklim dan cuaca masih dianggap angina lalu oleh sebagian orang dan bahkan oleh mereka-merqaka yang faham ilmu/pengetahuan hari penciptaan.

Satu pertanyaan yang dapat saya kemukan disini :
MANUSIA ITU MILIK BUMI ataukah BUMI MILIK MANUSIA ….

Hubungan KAUSALITAS, EFEK DUPLIKASI serta Efek BERANTAI sedang terganggu dan di ganggu. Jaring-jaring kehidupan dan rantai makanan yang menghiasi dinamika kehidupan di laut ,darat dan udara suatu saat akan menyadarkan manusia untuk tidak pongah dan rakus mengeksploitasi. Apakah dunia sedang menuju pada titik equiklibrium atau malah sebaliknya??, Dan resiko-resiko apa yang akan menemani dinamika /perubahan ini ??? kan menjadi sesuatu yang sulit dilihat dan di jamah tapi sungguh terasa dan semakin terasa dari hari kehari. Yakinkah anda kalau anda saat ini (si pengendara Planet bumi) sedang mengendarai pesawat ruang angkasa raksasa (planet bumi) yang kebentar lagi akan KEHABISAN BAHAN BAKAR (energi) demi mempertahankan keseimbangannya ?? Yakinkah anda kalau pewat ini sedang berusaha keluar dari jalur orbit karena kehilangan tenaga dan kendali???. Kalau anda yakin maka jalan dan cara terbaik mempernaiki hal ini , MULAILAH DARI LAUT. Yah dari LAUT .

Sadarlah kalau Laut TIDAK DAPAT BERBUAT APA_APA,tetapi manusialah yang harus mengambil prakarsa agar laut bukannya menjadi beban tetapi akan menajdi potensi bagi msusia. Kita tidak bias lagi MENGUNMPAN KESEJAHTERAAN dengan DEMISKINAN.
Dan tidak akan mampu kita terus menggendong kem,iskinan,memangku harga diri dan hanya menjunjung selera tanpa harus teposeliro dengan alam (laut). Harapan kita agar laut tidak DIKURUNG TERKURUNG PELUANG tapi baimana lebih jauh PELUANG DAPAT MENGUKUR LAUT.

Ide-ide besar dibutuhkan dan ide-ide besar lahir dari ide-ide kecil.

“ IDE YANG HANYA TINGGAL DIAM DALAM KEPALA maka dapat dipastikan IDE ITU TIDAK AKAN LEBIH BESAR DARI KEPALA ITU SENDIRI” tetapi bila IDE ITU KELUAR darti kepala (aplikatif) maka dapat dipastikan IDE itu akan JAUHH lebih BESAR DARI KEPALA ITU”(MAX UMBU)

Akhirnya kita boleh berharap TERUMBU karang boleh bertumbuh dan bertambah-tambah dan akhirnya nasib manusia pun akan BERTUMBUH KE DALAM dan BERTAMBAH KE ATAS dan disampinyanya akan bertambah-tambah.



Laut membutuhkan ide brilliant anda ,marilah MENGHADAP KELAUT dan anda membelakanginya karena kesejahteraan dating dari laut.

Oleh

MAX UMBU
(Menyambut WOC.Manado)

LAUT SAWU (SABU)-DEKLERASI LAUT SAWU

27/04/09 11:32


Gubernur NTT Usulkan Laut Sawu Sebagai Kawasan Konservasi


Jakarta, 27/4 (ANTARA) - Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur usulkan pencadangan Perairan Laut Sawu sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN). Kawasan ini memiliki luas sekitar 3,5 juta ha atau 3.521.130,01 hektar yang meliputi wilayah 2 (dua) zonasi yaitu Zona Perairan Selat Sumba, dan Zona Perairan Tirosa-Batek. Secara rinci berdasarkan Zona Sawu perairan Selat Sumba seluas 567.165,44 Ha berada pada wilayah meliputi 6 (enam) Kabupaten yaitu Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Manggarai dan Manggarai Barat. Zona perairan Tirosa-Batek seluas 2.953.964,37 Ha berada pada wilayah meliputi 4 (empat) Kabupaten yaitu Sumba Timur, Rote Ndao, Kupang, dan Kota Kupang, serta Timor Tengah Selatan.
Usulan ini merupakan realisasi dari tindak lanjut program nasional tentang pencadangan Kawasan Konservasi Perairan seluas 10 juta Hektar pada tahun 2010 yang telah disampaikan Presiden RI pada Konferensi Intenasional "Convention on Biological Biodifast" di Brasil pada Maret 2006, dan sejalan dengan program Pemda tentang Gerakan Masuk Laut (GEMALA), serta program Pemda tahun 2008-2013 berupa Delapan program Strategis dan Anggur Merah. Dengan diusulkannya Laut Sawu sebagai kawasan konservasi, maka secara otomatis target program 10 juta hektar pada tahun 2010 telah terlampaui.
Usulan ini berdasarkan pada hasil kajian dan rekomendasi Tim Pengkajian dan Penetapan Kawasan Konservasi Laut (TPP KKL) Laut Sawu, Solor Lembata Alor (SOLAR). Dalam kajian tersebut telah dipertimbangkan mengenai kekayaan dan keanekaragaman jenis biota dan sumberdaya di perairan laut Sawu, serta keunikan habitat dan karakeristik oceanografi yang dimilikinya. Dipertimbangkan pula kepentingan Laut Sawu secara lokal, nasional dan internasional, serta Keterikatan tradisi dan budaya masyarakat lokal dengan sumberdaya perairan. Faktor lain yang dipertimbangkan adalah terdapat ketergantungan masyarakat lokal dan pemerintah daerah terhadap sumberdaya di perairan Laut Sawu, serta kerentangan dan ancaman terhadap ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir dan perairan tersebut.
Hal penting terkait penetapan dan pengelolaan Laut Sawu adalah untuk melindungi keanekaragaman hayati bagi pengelolaan perikanan yang berkelanjutan sehingga memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Untuk pengelolaannya, dilakukan dengan system zonasi yang mengakomodasi berbagai kepentingan, dan pendekatan kolaboratif serta adaptif yang melibatkan berbagai pihak.
Selain itu, perairan Laut Sawu sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan memperhatikan serta mengakomodasi kepentingan nelayan tradisional dan kearifan lokal masyarakat pesisir. Dalam implementasinya, yang paling mendasar adalah penetapan tata ruang pesisir dan perairan yang tepat, serta keikutsertaan masyarakat dalam mewujudkan gagasan yang positif ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed, Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi, Departemen Kelautan dan Perikanan
Senin, 2009 April 27
Gubernur NTT Usulkan Laut Sawu Sebagai Kawasan Konservasi
Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur usulkan pencadangan Perairan Laut Sawu sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN). Kawasan ini memiliki luas sekitar 3,5 juta ha atau 3.521.130,01 hektar yang meliputi wilayah 2 (dua) zonasi yaitu Zona Perairan Selat Sumba, dan Zona Perairan Tirosa-Batek. Secara rinci berdasarkan Zona Sawu perairan Selat Sumba seluas 567.165,44 Ha berada pada wilayah meliputi 6 (enam) Kabupaten yaitu Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Manggarai dan Manggarai Barat. Zona perairan Tirosa-Batek seluas 2.953.964,37 Ha berada pada wilayah meliputi 4 (empat) Kabupaten yaitu Sumba Timur, Rote Ndao, Kupang, dan Kota Kupang, serta Timor Tengah Selatan.

Usulan ini merupakan realisasi dari tindak lanjut program nasional tentang pencadangan Kawasan Konservasi Perairan seluas 10 juta Hektar pada tahun 2010 yang telah disampaikan Presiden RI pada Konferensi Intenasional “Convention on Biological Biodifast” di Brasil pada Maret 2006, dan sejalan dengan program Pemda tentang Gerakan Masuk Laut (GEMALA), serta program Pemda tahun 2008-2013 berupa Delapan program Strategis dan Anggur Merah. Dengan diusulkannya Laut Sawu sebagai kawasan konservasi, maka secara otomatis target program 10 juta hektar pada tahun 2010 telah terlampaui.

Usulan ini berdasarkan pada hasil kajian dan rekomendasi Tim Pengkajian dan Penetapan Kawasan Konservasi Laut (TPP KKL) Laut Sawu, Solor Lembata Alor (SOLAR). Dalam kajian tersebut telah dipertimbangkan mengenai kekayaan dan keanekaragaman jenis biota dan sumberdaya di perairan laut Sawu, serta keunikan habitat dan karakeristik oceanografi yang dimilikinya. Dipertimbangkan pula kepentingan Laut Sawu secara lokal, nasional dan internasional, serta Keterikatan tradisi dan budaya masyarakat lokal dengan sumberdaya perairan. Faktor lain yang dipertimbangkan adalah terdapat ketergantungan masyarakat lokal dan pemerintah daerah terhadap sumberdaya di perairan Laut Sawu, serta kerentangan dan ancaman terhadap ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir dan perairan tersebut.

Hal penting terkait penetapan dan pengelolaan Laut Sawu adalah untuk melindungi keanekaragaman hayati bagi pengelolaan perikanan yang berkelanjutan sehingga memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Untuk pengelolaannya, dilakukan dengan system zonasi yang mengakomodasi berbagai kepentingan, dan pendekatan kolaboratif serta adaptif yang melibatkan berbagai pihak.

Selain itu, perairan Laut Sawu sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan memperhatikan serta mengakomodasi kepentingan nelayan tradisional dan kearifan lokal masyarakat pesisir. Dalam implementasinya, yang paling mendasar adalah penetapan tata ruang pesisir dan perairan yang tepat, serta keikutsertaan masyarakat dalam mewujudkan gagasan yang positif ini.


Jakarta, April 2009
Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi


ttd


Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed
Diposkan oleh MUKHTAR A.Pi. M.Si



Laut Sawu di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Menjadi Kawasan Konservasi Paus
http://72.14.235.132/search?q=cache:KKK-otUVHjIJ:www.mapala-upn-yk.org/berita/laut-sawu-di-provinsi-nusa-tenggara-timur-ntt-menjadi-kawasan-konservasi-paus.html+laut+sawu%2Bpotensi%7Cntt&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a

Laut Sawu di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) direncanakan akan dideklarasikan sebagai kawasan konservasi nasional untuk perlindungan mamalia laut, khususnya paus. Deklarasi Laut Sawu sebagai kawasan konservasi nasional akan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan "World Ocean ConEfrence and Coral Triangle Initiative Summit" di Manado, Sulawesi Utara, Mei mendatang.

Laut seluas 4,5 juta hektar tersebut akan menjadi satu-satunya kawasan konservasi nasional yang khusus melindungi ikan paus. rencana tersebut saat ini masih dalam pembahasan, menyusul diterbitkannya UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. Nantinya setelah dideklarasi, pengelolaannya akan berbagi peran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat.

Gubernur NTT Usulkan Laut Sawu Sebagai Kawasan Konservasi
27/04/2009 - Kategori : Siaran Pers
http://www.dkp.go.id/index.php/ind/news/1225/gubernur-ntt-usulkan-laut-sawu-sebagai-kawasan-konservasi
No. B. 40/PDSI/HM.310/IV/2009
Gubernur NTT Usulkan Laut Sawu Sebagai Kawasan Konservasi

Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur usulkan pencadangan Perairan Laut Sawu sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN). Kawasan ini memiliki luas sekitar 3,5 juta ha atau 3.521.130,01 hektar yang meliputi wilayah 2 (dua) zonasi yaitu Zona Perairan Selat Sumba, dan Zona Perairan Tirosa-Batek. Secara rinci berdasarkan Zona Sawu perairan Selat Sumba seluas 567.165,44 Ha berada pada wilayah meliputi 6 (enam) Kabupaten yaitu Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Manggarai dan Manggarai Barat. Zona perairan Tirosa-Batek seluas 2.953.964,37 Ha berada pada wilayah meliputi 4 (empat) Kabupaten yaitu Sumba Timur, Rote Ndao, Kupang, dan Kota Kupang, serta Timor Tengah Selatan.

Usulan ini merupakan realisasi dari tindak lanjut program nasional tentang pencadangan Kawasan Konservasi Perairan seluas 10 juta Hektar pada tahun 2010 yang telah disampaikan Presiden RI pada Konferensi Intenasional “Convention on Biological Biodifast” di Brasil pada Maret 2006, dan sejalan dengan program Pemda tentang Gerakan Masuk Laut (GEMALA), serta program Pemda tahun 2008-2013 berupa Delapan program Strategis dan Anggur Merah. Dengan diusulkannya Laut Sawu sebagai kawasan konservasi, maka secara otomatis target program 10 juta hektar pada tahun 2010 telah terlampaui.

Usulan ini berdasarkan pada hasil kajian dan rekomendasi Tim Pengkajian dan Penetapan Kawasan Konservasi Laut (TPP KKL) Laut Sawu, Solor Lembata Alor (SOLAR). Dalam kajian tersebut telah dipertimbangkan mengenai kekayaan dan keanekaragaman jenis biota dan sumberdaya di perairan laut Sawu, serta keunikan habitat dan karakeristik oceanografi yang dimilikinya. Dipertimbangkan pula kepentingan Laut Sawu secara lokal, nasional dan internasional, serta Keterikatan tradisi dan budaya masyarakat lokal dengan sumberdaya perairan. Faktor lain yang dipertimbangkan adalah terdapat ketergantungan masyarakat lokal dan pemerintah daerah terhadap sumberdaya di perairan Laut Sawu, serta kerentangan dan ancaman terhadap ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir dan perairan tersebut.

Hal penting terkait penetapan dan pengelolaan Laut Sawu adalah untuk melindungi keanekaragaman hayati bagi pengelolaan perikanan yang berkelanjutan sehingga memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Untuk pengelolaannya, dilakukan dengan system zonasi yang mengakomodasi berbagai kepentingan, dan pendekatan kolaboratif serta adaptif yang melibatkan berbagai pihak.

Selain itu, perairan Laut Sawu sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan memperhatikan serta mengakomodasi kepentingan nelayan tradisional dan kearifan lokal masyarakat pesisir. Dalam implementasinya, yang paling mendasar adalah penetapan tata ruang pesisir dan perairan yang tepat, serta keikutsertaan masyarakat dalam mewujudkan gagasan yang positif ini.


Jakarta, April 2009
Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi


ttd


Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed
Gubernur NTT Usulkan Laut Sawu Sebagai Kawasan Konservasi
April 27th, 2009
http://www.indosmarin.com/20090427-gubernur-ntt-usulkan-laut-sawu-sebagai-kawasan-konservasi.html
Jakarta - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengusulkan pencadangan perairan Laut Sawu sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN). Usulan ini merupakan realisasi dari tindak lanjut program nasional tentang pencadangan Kawasan Konservasi Perairan seluas 10 juta Hektar pada tahun 2010 yang telah disampaikan Presiden RI pada Konferensi Intenasional “Convention on Biological Biodifast” di Brasil pada Maret 2006.
Dalam siaran persnya yang diterima Indosmarin.com, Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi, Departemen Kelautan dan Perikanan Soen’an H. Poernomo, mengatakan bahwa usulan ini berdasarkan pada hasil kajian dan rekomendasi Tim Pengkajian dan Penetapan Kawasan Konservasi Laut (TPP KKL) Laut Sawu, Solor Lembata Alor (SOLAR).
“Dalam kajian tersebut telah dipertimbangkan mengenai kekayaan dan keanekaragaman jenis biota dan sumberdaya di perairan laut Sawu, serta keunikan habitat dan karakeristik oceanografi yang dimilikinya.” papar Soen’an.
Selain itu, dipertimbangkan pula kepentingan Laut Sawu secara lokal, nasional dan internasional, serta Keterikatan tradisi dan budaya masyarakat lokal dengan sumberdaya perairan.
Soen’an juga menjelaskan bahwa faktor lain yang dipertimbangkan adalah adanya ketergantungan masyarakat lokal dan pemerintah daerah terhadap sumberdaya di perairan Laut Sawu, serta kerentangan dan ancaman terhadap ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir dan perairan tersebut.
“Hal penting terkait penetapan dan pengelolaan Laut Sawu adalah untuk melindungi keanekaragaman hayati bagi pengelolaan perikanan yang berkelanjutan sehingga memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Untuk pengelolaannya, dilakukan dengan system zonasi yang mengakomodasi berbagai kepentingan, dan pendekatan kolaboratif serta adaptif yang melibatkan berbagai pihak.” jelas Soen’an.
Selain itu, perairan Laut Sawu sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan memperhatikan serta mengakomodasi kepentingan nelayan tradisional dan kearifan lokal masyarakat pesisir. Dalam implementasinya, yang paling mendasar adalah penetapan tata ruang pesisir dan perairan yang tepat, serta keikutsertaan masyarakat dalam mewujudkan gagasan yang positif ini.
Untuk diketahui, kawasan ini memiliki luas sekitar 3,5 juta ha atau 3.521.130,01 hektar yang meliputi wilayah 2 (dua) zonasi yaitu Zona Perairan Selat Sumba, dan Zona Perairan Tirosa-Batek. Secara rinci berdasarkan Zona Sawu perairan Selat Sumba seluas 567.165,44 Ha berada pada wilayah meliputi 6 (enam) Kabupaten yaitu Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Manggarai dan Manggarai Barat. Zona perairan Tirosa-Batek seluas 2.953.964,37 Ha berada pada wilayah meliputi 4 (empat) Kabupaten yaitu Sumba Timur, Rote Ndao, Kupang, dan Kota Kupang, serta Timor Tengah Selatan.(Gen)

SUDAH SAATNYA NTT MENGHADAP KELAUT bukan
MEMBELAKANGI LAUT

Ide dan usul Pencadangan perairan Laut Sawu sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) yang jelas bukan asalan,tapi jauh dari pada itu untuk menata laut Sawu agar di masa datang akan dapat menjadi SUMBER hidup bagi petani nelayan/ Sehingga laut Sawu bukan sekedar CADANG atau dibangku cadangkan sebagai salah satu potensi besar ekonomi keseharian masyaratkat NTT.

Posisi laut Sawu yang Strategis sungguh FITAL bagi masyarakat NTT,dan poptensi Fital ini akan dapat saja menjelma menjadi potensi yang FATAL bila usaha konservasinya tidak diperhatikan. Posisi STRATEGIS dapat pula menjadi posisi yang TRAGIS bila tidak di kelola baik. Laut satu adalah HALAMAN BELAKANG Negara Indonesia. Pintu masuk dan keluarnya arus air laut dari samudra Indonesia semakin memberi arti pentingnya kawasan yang telah sejak lama di terlantarkan ini. Laut sawu tidak sekedar hanya mengandung nilai Politis naum lebih jauh mengandung nilai ekonomis,budaya serta pertahanan keamanan negara di laut.

Potensi laut sawu semakin menemukan bentuk nya ketikan ide ini teradopsi dalam program nasional tentang pencadangan Kawasan Konservasi Perairan seluas 10 juta Hektar pada tahun 2010 yang telah disampaikan Presiden RI pada Konferensi Intenasional “Convention on Biological Biodifast” di Brasil pada Maret 2006.

Hasil kajian yang memberi isyarat positif aakn potensi dasar laut Sawu mengenai kekayaan dan keanekaragaman jenis biota dan sumberdaya di perairan laut Sawu, serta keunikan habitat dan karakeristik oceanografi yang dimilikinya, memastikan kalau program ini tepat sasaran.sasaran jangka pendek dan panjang yang sistematis memberikan harapan.

Ketergantungan masyarakat lokal dan pemerintah daerah terhadap sumberdaya di perairan Laut Sawu, serta kerentangan dan ancaman terhadap ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir dan perairan tersebut, harus menjadi stimulator bagi semua stakeholder di NTT dan di tingkat Nasional. Sinyal positif ini pulalah yang akan memberikan gaung bagi komunitas dan pemerhati laut internasional untuk sesegeramungkin mendukung dan mendeking program ini. Semua stakeholder harus mampu berpikir dalam kotak dan bertindak di luar kotak, bertumbuh ke atas bertambah kedalam.

Oleh
MAX UMBU

implementasinya, yang paling mendasar adalah penetapan tata ruang pesisir dan perairan yang tepat, serta keikutsertaan masyarakat dalam mewujudkan gagasan yang positif ini.


Laut Sawu Sumbang 65 Persen Ikan di NTT

Kamis, 23 April 2009 07:07:12
http://www.nusacendanabiz.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=3&artid=383

Hampir sebagian besar kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat tergantung pada perairan Laut Sawu. Pasalnya, perairan laut ini menyimpan lebih dari 65 persen potensi lestari sumber daya ikan di wilayah NTT.
Hal tersebut diungkapkan Bupati TTS, Ir. Paul VR Mella, M.Si, saat membuka kegiatan sosialisasi dan workshop Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu, di Aula Hotel Bahagia Dua SoE, Senin (20/4/2009).

Kegiatan selama tiga hari ini digelar Dinas Kelautan dan Perikanan NTT, Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kupang, Tim Pengkajian dan Penetapan Kawasan Konservasi Lawu dan Savu Sea MPA Development Project, diikuti 30 peserta yang berasal dari Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten TTS.

Bupati Mella mengatakan, Laut Sawu menjadi media pemersatu NTT serta habitat biota laut seperti paus, lumba-lumba, penyu dan dugong. Meski demikian, kawasan pesisir dan Laut Sawu juga memiliki beragam masalah. Masalah itu terkait perusakan terumbu karang, penurunan populasi hewan penting serta praktek penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.
Menurut Mella, penetapan Laut Sawu sebagai kawasan konservasi perairan seluas 4.967.480 hektar telah menyumbangkan sekitar 50 persen dari target 10 juta hektar pada tahun 2010 dari Departemen Kelautan dan Perikanan. Kendati demikian, hal itu jangan dijadikan sebagai target utama sehingga mengabaikan masyarakat sekitar.

Hadirnya konservasi itu diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama yang bermukim di sekitar kawasan tersebut. Tak hanya itu, pengembangan konservasi hendaknya tetap memperhatikan kearifan lokal masyarakat, pendapatan masyarakat dan pengembangan lapangan usaha baru. Dampaknya nanti akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, ujar Mella.

Sosialisasi ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman para pihak tentang pentingnya pengembangan kawasan konservasi perairan nasional Laut Sawu. Selain itu, masing-masing kabupaten dapat menyusun dokumen rencana aksi konservasi kabupaten.

Dari workshop ini diharapkan adanya komitmen bersama dari semua pemerintah daerah dalam keterkaitan kegiatan sehingga program berjalan baik. Kami juga mengharapkan adanya kerja sama antar kabupaten yang telah berpengalaman dalam konservasi untuk membantu dalam program konservasi di TTS, ujar Mella.
sumber : www.pos-kupang.com

umat, 13 Februari 2009 | 21:02 WIB

Laut Sawu Menjadi Kawasan Konservasi Paus
BOGOR, JUMAT - Laut Sawu di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) direncanakan akan dideklarasikan sebagai kawasan konservasi nasional untuk perlindungan mamalia laut, khususnya paus. Deklarasi Laut Sawu sebagai kawasan konservasi nasional akan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan "World Ocean ConEfrence and Coral Triangle Initiative Summit" di Manado, Sulawesi Utara, Mei mendatang.
"Laut seluas 4,5 juta hektar tersebut akan menjadi satu-satunya kawasan konservasi nasional yang khusus melindungi ikan paus," kata Agus Dermawan, Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Agus Dermawan, di sela acara seminar nasional "Moluska II: Peluang Bisnis dan Konservasi" di Bogor, Kamis (12/2).
Dijelaskannya, rencana tersebut saat ini masih dalam pembahasan, menyusul diterbitkannya UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. Nantinya setelah dideklarasi, pengelolaannya akan berbagi peran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat.
"Gubernur NTT mendukung rencana tersebut," katanya. Laut Sawu dipilih menjadi kawasan konservasi nasional karena laut antara Provinsi NTT dan Australia tersebut merupakan tempat habitat terbesar paus.
Menurut dia, masyarakat setempat menjadikan ikan paus tersebut sebagai satwa buru sehingga jika tidak segera dilindungi maka ikan paus jenis langka bisa punah. Laut Sawu, kata Agus, merupakan jalur migrasi 14 jenis ikan paus, termasuk jenis langka, yakni ikan paus biru (Balaenoptera musculus) dan ikan paus sperma (Physeter macrocephalus).
Mengenai Rencana Konservasi Laut Sawu
http://www.rotendaokab.go.id/modules.php?name=Artikel&op=detail_artikel&id=5



Senin, 16 Maret 2009, 09:45 WIB, Penulis : Pos Kupang

MENURUT rencana, Laut Sawu akan dijadikan sebagai kawasan konservasi nasional. Tujuannya antara lain untuk menjamin agar perairan di Propinsi NTT itu aman bagi lalu lintas ikan paus, mamalia laut yang terancam punah. Rencana deklarasi Laut Sawu sebagai kawasan konservasi nasional itu akan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan "World Ocean Conference and Coral Triangle Initiative Summit" di Manado, Sulawesi Utara, Mei 2009.

Dalam konteks global, apapun bentuk kepedulian dan upaya perlindungan terhadap kelestarian lingkungan patut diapresiasi dan didukung. Sebab, kelestarian lingkungan, di darat (hutan, air dsb) dan di laut (terumbu karang dan satwa laut yang langka), sangat menentukan kwalitas kehidupan generasi mendatang. Kerusakan terumbu karang akibat aksi penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan (penggunaan bahan peledak, dsb) menjadi keprihatinan bersama. Butuh aksi nyata untuk menghentikannya, termasuk di perairan NTT yang sampai saat ini masih marak dengan aksi-aksi penangkapan ikan menggunakan bahan peledak.

Dalam kaitan dengan rencana mengkonservasi Laut Sawu, agaknya Pemerintah Propinsi NTT mesti berpikir ekstra serius untuk "mengkomunikasikan" Program Gemala-nya (gerakan masuk laut) dengan rencana konservasi tersebut. Gemala dicanangkan dan dilaksanakan atas kesadaran bahwa wilayah Propinsi NTT terdiri dari banyak pulau dan dikelilingi laut (perairan). Wilayah perairan bahkan jauh lebih luas ketimbang wilayah daratan. Karena itu masyarakat digerakkan untuk masuk ke laut, berkebun di laut, tidak hanya di darat karena di laut sangat menjanjikan.

Nah, begitu Laut Sawu dideklarasikan sebagai kawasan konservasi nasional, maka tangan kekuasaan pusat mulai turun. Saat itu, nelayan-nelayan NTT --bisa dikatakan 100 persen nelayan tradisional-- tak lagi bebas mencari nafkah di sana. Mereka akan "dihardik menjauh" dari laut yang selama ini menjadi "kebun" mereka. Nah, bagaimana dengan Gemala-nya Pemprop NTT?
Bagaimana sikap Pemprop NTT agar para nelayan di daerah ini tidak dirugikan?
***

Dari Lembata dilaporkan, nelayan Lamalera sudah menegaskan sikapnya atas rencana penetapan Laut Sawu menjadi kawasan konservasi nasional. Mereka sudah melontarkan sinyal tegas bahwa "kepentingan mereka" sangat terganggu apabila rencana mengkonservasi Laut Sawu itu benar-benar dilaksanakan. Mereka tak lagi bisa menangkap paus yang selama berabad-abad sudah menjadi tradisi mereka (baca Pos Kupang edisi 4 Maret 2009, halaman 17).

Pemerintah Propinsi NTT tentu tidak boleh menutup mata. Tidak boleh "berpikir statistikal" bahwa berapa sih nelayan Lamalera. Apalah artinya 1.000-2.000 nelayan dari 4 jutaan warga NTT? Apalah artinya nelayan tradisional satu kampung itu dengan kepentingan masyarakat global akan pelestarian ikan paus?

Tradisi menangkap ikan paus tidak bisa dan tidak boleh disamakan dengan kebiasaan para nelayan tradisional lainnya di NTT. Penangkapan ikan paus oleh nelayan Lamalera, seperti dikatakan Charles Beraf (Pos Kupang 5 Maret 2009), bukan sekadar aktivitas konsumtif. Tidak sebatas aktivitas mencari nafkah di laut seperti nelayan pada umumnya. Penangkapan ikan paus telah menjadi suatu aktivitas kultural, sosial dan (bahkan) religius masyarakat Lamalera, suatu hal yang jarang dijumpai di belahan dunia mana pun.

Dalam konteks inilah, Pemprop NTT mesti tampil memberikan telaahannya, mendesakkan kepentingan masyarakatnya pada forum "World Ocean Conference and Coral Triangle Initiative Summit". Dimensi kultural penangkapan ikan paus oleh masyarakat adat Lamalera yang sudah menjadi obyek wisata bahari, mesti disuarakan dalam forum itu agar dicari titik temunya dengan rencana konservasi Laut Sawu. Program

Gemala pun demikian, agar tiga kepentingan itu tidak saling mengesampingkan satu sama lain.
Perairan di NTT harus tetap dijadikan sebagai "kebun" bagi masyarakat NTT. Persoalan utama saat ini adalah bagaimana membangun kesadaran masyarakat untuk berkebun di laut secara ramah lingkungan. Intinya, Laut Sawu harus tetap menjadi "kebun" dan "halaman rumah" masyarakat Flobamora. Masyarakat daerah ini tidak boleh dihardik menjauh dari kebun dan halaman rumahnya sendiri. *






Laut Sawu Dicanangkan Sebagai Kawasan Konservasi
Ditulis oleh FS Pong
Jumat, 30 Januari 2009 12:24
http://nttonlinenews.com/ntt/index.php?view=article&catid=40%3Apariwisata&id=2001%3Alaut-sawu-dicanangkan-sebagai-kawasan-konservasi&option=com_content&Itemid=57

Kupang, NTT Online - Perairan Laut Sawu mulai 2009 dicanangkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN), karena memiliki karakteristik unik serta memiliki kepentingan global.

Saat ini sedang dilakukan kajian dan perancangan pengelolaan kawasan konservasi perairan Laut Sawu oleh sebuah tim yang berkantor di Kupang, NTT, kata Ketua Tim Pengkajian dan Penetapan Kawasan Konservasi Laut Sawu-Solor, Lembata, Alor/SOLAR, Jotham S.R. Ninef, di Kupang, Jumat.

Perairan Laut Sawu, kata dia, terkenal sangat kaya ragam biota serta habitat laut, terutama dugong, penyu dan lumba-lumba serta menjadi lokasi penting jalur migrasi jenis-jenis mamalia laut, paus. Selain itu, keberadaan habitat dan biota terumbu karang di Laut Sawu memiliki peran sangat penting bagi kehidupan laut untuk wilayah yang lebih luas, katanya.

"Laut Sawu juga memiliki peranan penting secara ekonomi dan sosial budaya bagi masyarakat sekitarnya, karena merupakan tempat persinggahan beberapa jenis ikan paus yang bermigrasi dari Samudera Hindia dan Pasifik serta merupakan habitat dolphin dan beberapa jenis penyu serta tuna sebagai ikan pelagis dan bernilai ekonomis tinggi," katanya.

Proyek Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Laut Sawu ini diinisiasi Departemen Kelautan dan Perikanan untuk mengembangkan KKP seluas 4,9 juta hektare di wilayah segi tiga karang dunia (Coral Triangle). Dia mengatakan, The Nature Conservancy Coral Triangle Center (TNC0CTC) mendukung pemerintah dalam perancangan dan penerapan sebuah jaringan dan tiga KKP di wilayah laut Sawu sebagai salah satu lokasi pembanding dalam mengembangan jejaring KKP Ekoregion Sunda Kecil bekerjasama dengan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan WWF-Indonesia.

Pemerintah Jerman juga memberikan dukungan besar melalui Kementrian Federal untuk Lingkungan, Konservasi Alam dan Keamanan Nuklir dalam rangka International Climate Initiantiv, kata Jotham. Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, secara terpisah mengatakan, pemerintah provinsi NTT sangat mendukung dan berkomitmen dalam mengembangkan KKP Laut Sawu yang sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia.

Tim Pengkajian dan Penetapan Kawasan Konservasi Laut Sawu-Solor, Lembata, Alor/SOLAR, ini terdiri antara lain, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, Bappedalda NTT, Dinas Pariwisata NTT, Bappeda NTT, LSM lokal, unsur peneliti dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Universitas Muhamadyah Kupang, LSM konservasi lingkungan internasional dan WWF.

Tim tersebut bertugas menetapkan dan menunjang pengelolaan secara kolaboratif Kawasan Konservasi Perairan terbesar di Indonesia yang terletak di Laut Sawu. antara


Kemiskinan Penduduk NTT Bisa "Dibenamkan"
di Laut Sawu
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0410/04/daerah/1230033.htm
Senin, 04 Oktober 2004
MARI kita sejenak melihat dan memerhatikan dengan saksama peta wilayah Nusantara ini. Ternyata hanya ada satu wilayah laut yang utuh berada dalam lingkup teritorial satu provinsi, yakni Laut Sawu di Nusa Tenggara Timur. Laut ini bagaikan sebuah kolam raksasa di tengah rangkaian kepulauan "Provinsi Nusa Cendana".
Distrik Oekussi, Timor Timur, tidak berhadapan dengan Laut Sawu, tetapi justru dengan Selat Ombai di ujung timur laut.
Laut lain, seperti Laut Jawa, Bali, Flores, dan Laut Banda, justru sebagai faktor integratif antarprovinsi. Meski demikian, posisi Laut Sawu yang sangat strategis itu tidak banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan interaksi sosial budaya dan ekonomi masyarakat di pulau-pulau sekitarnya jika dibandingkan dengan posisi Laut Flores, misalnya.
Pengaruh budaya (kosakata dan langgam bahasa) suku Bugis dan Bajo sangat terasa di pesisir utara Pulau Flores dari timur hingga barat pulau ini.
Sebaliknya, nelayan Rote atau Lamalera, sangat kecil pengaruhnya terhadap suku lain di pesisir selatan Pulau Flores, dari ujung timur hingga ke barat pulau.
SOROTAN terhadap Laut Sawu dibuat dalam konteks pendekatan totalitas fungsi dan potensinya (potensi sosial budaya dan ekonomi), yang berhadapan dengan kemiskinan penduduk di pulau sekitarnya. Sejak berdiri sebagai sebuah provinsi pada tahun 1958, NTT selalu berada dalam urutan terakhir nyaris dalam seluruh sektor kehidupannya.
Fakta yang diangkat sebagai penyebab kemiskinan adalah lahan kritis, fluktuasi iklim yang ekstrem (kekeringan berlangsung delapan sampai sembilan bulan), rawan pangan, isolasi wilayah, rendahnya pendidikan dan pendapatan per kapita, tingginya kasus balita gizi buruk, dan tingginya tingkat kematian ibu melahirkan. Singkatnya, NTT terkesan miskin sumber daya.
Total dana yang mengalir dari semua sumber dana di daerah ini berkisar Rp 4,5 triliun hingga Rp 5 triliun per tahun, juga belum mampu menuntaskan persoalan publik atau masalah kerakyatan tadi.
Lalu pertanyaannya, tidak adakah potensi daerah yang dapat dikelola (dengan dana tadi atau menarik investor) demi kesejahteraan rakyatnya?
Dana yang mengalir ke NTT lebih banyak karena alasan atau perspektif negatif, yakni kemiskinan sebagai kemalangan. NTT selama ini terjebak dalam stigma buruk, kemiskinan, yang seolah-olah mengisyaratkan tidak ada lagi potensi daerah yang bisa dikembangkan dan diberdayakan (hopeless).
Terkait upaya mengatasi kemiskinan, pendekatan yang dilakukan lebih banyak berorientasi proyek daratan karena alasan potensi peternakan, kehutanan, dan perkebunan.
Kenyataan pahit menggetirkan, populasi sapi, kerbau, kuda (peternakan) terus merosot. Di Sumba Timur saja ada sekitar 3.000 ekor ternak besar yang mati setiap datang musim kemarau.
DAHULU NTT adalah gudang ternak utama negeri ini. Juga cendana, gaharu (kehutanan), kapas, cengkih, dan kopra (perkebunan). Namun itu semua kini hanya cerita masa silam.
Pulau Flores sudah kosong kapas dan kopra, meski dahulu menjadi sentra utamanya. Vanili dan jambu mete sedang menjadi primadona, tetapi degradasi lahan belum diperhitungkan.
Provinsi ini memang memiliki potensi-potensi itu, tetapi sudah sangat terbatas. Hanya saja masih ada hal-hal yang selalu menghibur dan menguatkan harapan ke depan bahwa pemerintah daerah terus berusaha dengan berbagai cara untuk menggalakkan budidaya. Hama dan penyakit meruntuhkan harapan budidaya, dan kekeringan mematikan ternak.
Sudah ada ratusan embung dan beberapa bendungan besar dengan separuh jaringan irigasinya dibangun, seperti Kambaniru di Sumba atau Tilong di Timor Barat. Tetapi NTT dari tahun ke tahun masih terjebak dalam kondisi rawan pangan, dan salah satunya dibuktikan dari kekurangan 64.671 ton pangan beras (posisi Juni 2004).
Ada potensi kelautan dan perikanan, pariwisata, pertambangan, industri rumah tangga dan kerajinan, namun semua itu belum banyak disentuh.
Pendekatan totalitas fungsi dan potensi Laut Sawu berikut sistem laut yang lebih kecil di sekitarnya (selat) justru ditarik Kompas dalam konteks menggali potensi daerah, sebuah potensi yang terbuka lebar.
BIDANG kelautan, secara awam, sering didefinisikan sebagai satu sektor saja. Banyak pakar perikanan dan kelautan mengoreksi karena mereka melihat bidang ini merupakan multisektor ekonomi yang meliputi perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim, transportasi laut, bangunan, dan jasa kelautan lainnya.
Seperti apa potensi Laut Sawu dan selat-selat di sekitarnya? Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan NTT Ir Alfiana Salean menjelaskan, sumber daya laut (dan pesisirnya) di NTT sangat kaya ragamnya, dan jika diolah akan memberi peluang ekonomis tinggi untuk kegiatan perikanan, pariwisata bahari, dan jasa-jasa kelautan.
Dia menjelaskan, luas wilayah laut sekitar 200.000 kilometer persegi (km>sprscript<2>res<>res<) dan sebagian besarnya adalah luas Laut Sawu. Sebanyak 664 desa atau kelurahan termasuk kategori desa pesisir karena berbatasan dengan laut, dan desa-desa itu dihuni sekitar 1,2 juta jiwa atau 30 persen (penduduk NTT per Februari 2004 adalah 4.110.929 jiwa).
Potensi sumber daya ikan laut NTT berdasarkan hasil survei Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Perikanan Laut tahun 1999 cukup besar, yakni 388,6 metrik ton per tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan 292,8 metrik ton per tahun. Potensi itu terdiri dari pelagis besar dan kecil, ikan demersal, udang, kepiting, dan cumi-cumi.
Alfiana menjelaskan, tingkat pemanfaatannya baru mencapai 30 persen. Sementara untuk budidaya laut, dari potensi sekitar 5.150 hektar, yang dimanfaatkan baru 8,74 persen atau sekitar 450 hektar dengan jenis produksinya mutiara, rumput laut, dan teripang. Meski berpotensi besar, budidaya tambak, kolam, dan mina padi masih terbatas.
Sumber daya alam yang potensial, tetapi relatif masih rendah pengelolaannya adalah sumber daya pesisir dan laut. Kontribusi subsektor perikanan yang sebagian besar hasil pengolahan potensi laut hanya 3 persen terhadap PDRB NTT, dengan daya serap tenaga kerja kurang dari 5 persen terhadap angkatan kerja.
Kita belum melihat potensi hutan mangrove (bakau), 160 jenis terumbu karang dengan 350 jenis ikan yang mendiaminya, serta mineral potensial di perairan NTT seperti cadangan minyak dan batu gamping. Juga tentang pariwisata bahari dengan keindahan alam dan panorama yang unik di hampir seluruh pantai dan laut.
Misalnya, Pantai Nemberala di Rote Ndao yang terkenal sebagai kawasan pantai bagi selancar kelas dunia, atau Pantai Pasir Putih di Seba (Sabu). Juga keindahan Riung di Flores dengan 17 pulaunya, atau Komodo dan Bidadari di Manggarai Barat, atau Lamalera, desa nelayan tradisional dengan tradisi berburu ikan paus yang mendebarkan.
Belum lagi dengan keindahan taman laut di Teluk Maumere. Atau yang paling terkenal taman laut di Alor, Kalabahi. Satu sektor ini saja, yakni wisata bahari, belum benar-benar dikelola karena orientasi pembangunan daerah di era otonomi daerah ini masih berorientasi daratan.
Laut di NTT belum menjadi arus utama dalam kebijakan ekonomi daerah, belum diolah, kecuali hanya terus dilihat sebagai "peluang". Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir tetap dilihat sebagai "peluang", yang entah kapan akan mulai dieksploitasi bagi kepentingan rakyat di pulau-pulau sekitarnya.
Bandingkan, luas daratan yang begitu kecil, yakni 47.349,9 km2 atau 23,7 persen dari luas lautan yang mencapai 200.000 km2. Sektor kelautan di NTT selalu diposisikan sebagai sektor pinggiran dalam pembangunan daerah, bahkan hingga di era otonomi daerah saat ini. Sedangkan sektor daratan yang memang minus terus "diperas".
KELAUTAN merupakan bidang yang tertinggal dilihat dari rendahnya tingkat pemanfaatan sumber daya, teknologi, serta tingkat kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat nelayan seperti terlihat di Ende, Sabu, Rote, Kupang, dan Lamalera. Gerakan masuk laut (gemala) tidak efektif karena secara konseptual memang keliru.
Husein Pancratius, asisten pada Sekretariat Provinsi NTT, mengatakan, gemala adalah sebuah gerakan yang mesti dikoreksi atau dikaji ulang. Seharusnya yang dilakukan adalah gerakan turun ke pantai (getupa), sebuah gerakan mempersiapkan masyarakat yang lahannya telah kritis untuk mengenal karakter usaha di pesisir atau laut.
Gemala hanya mungkin efektif untuk keluarga nelayan. Jika yang dimaksud adalah dalam konteks pendekatan totalitas fungsi dan potensi laut, maka harus dimulai dengan getupa dan itu pun harus didahului dengan pembangunan jaringan jalan raya lingkar pantai. Tidak mudah mempersiapkan kondisi ini jika tidak sungguh-sungguh.
Dia mencontohkan Iteng, daerah pesisir selatan Manggarai, yang berhadapan dengan Laut Sawu. Penduduk di sini berasal dari pegunungan di Ruteng. Generasi pertama yang datang ke Iteng tidak dapat berenang, dan bahkan ada yang mati konyol ketika beramai-ramai mengejar seekor rusa yang lari ke laut.
"Mereka tidak bisa berenang. Kultur usaha tani mereka pun masih bercocok tanam. Misalnya, budidaya rumput laut dan nener disebut dengan istilah ’menanam rumput’ dan ’menanam nener’ karena tinggi air laut hanya sebatas lutut dan pinggang. Jika masuk ke laut yang lebih dalam, mereka tenggelam seperti batu jatuh ke dasar laut," gurau Husein.
Lain halnya dengan generasi kedua, lanjut Husein, mereka sudah bisa turun ke laut dan mencari ikan dengan menggunakan sampan/perahu yang dilengkapi dengan alat tangkap dan pancing.
Hanya saja, hasil tangkapan mereka masih sangat terbatas karena minimnya sarana penangkapan ikan yang mereka miliki.
Sebenarnya, Laut Sawu dan selat-selat di sekitarnya memiliki potensi sosial budaya dan ekonomi. Potensi kelautan NTT jika dikelola pasti dapat "menenggelamkan" masalah kemiskinannya. Atau, kemiskinan bisa teratasi jika bidang kelautan dengan seluruh sektornya menjadi arus utama kebijakan pembangunan NTT. (PASCAL SB SAJU
































POTENSI PERIKANAN NTT



I. Pendahuluan
Kegiatan investasi akan berlangsung di suatu daerahy jika tersedia produk yang dapat di kembangkan dan memiliki pangsa pasar yang jelas, iklim investasi yang kondusif, serta hasil analisis ekonomi yang menguntungkan.

ketiga persaratan ini akan di kembangkan melalui suatu keserasian hubungan antara pengusaha (investor), pemerintah dan masyarakat lokal. keadaan ini ingin di capai oleh Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan jalan mengindentifikasi dan mengkaji produk yang dapat di kembangkan, pembenahan pada aparat, kelembagaan dan peraturan, penyiapan masyarakat memasuki era industri . salah satu sektor usaha yang mempunyai keunggulan Komperatif dan kompotatif adahah sektor kelautan dan perikanan.
kebijakan pemerintah untuk mendorong investasi merupakan hal penting dan mendesak untuk dilakukan baik pada tataran pemerintah pusat maupun daerah. untuk itu upaya promosi dalam rangka menarik kegiatan investasi merupakan langka penting untuk dilaksanakan. pendekatan yang dilakukan adalah menawarkan produk-produk yang dihasilkan di daerah ini yang berpeluang dijadikan komoditas unggulan.
sebagai pendukung dan pengembangan sektor kelautan dan perikanan di provinsi Nusa Tenggara Timur diantaranya adalah dengan dicanamkannya Program Strategi Pembangunan Daerah yang dikenal dengan Tiga Pilar Pembangunan yaitu : Pembangunan ekonomi, Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Pembangunan Hukum dan Ham.

Potensi Sumber daya Kelautan cukup besar namun kontribusi terhadap PDRB pada tahun 2006 hanya 4,5% dan penyerapan tenaga kerja hanya 5% dari jumlah tenaga kerja . sebagai upaya mewujudkan percepatan pengembangan pembangunan perikanan dan kelautan Gubernur telah mencenamkan Gerakan Masuk Laut (GEMALA) yang di tuangkan dalam Keputusan Gubernur NTT N). 24 Tahun 2002. hal ini sekaligus menjawab tantangan Pemerintah Pusat dalam hal Revitalisasi Perikanan.

II. VISI
" TERWUJUDNYA SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN SEBAGAI MASA DEPAN MASYARAKAT PESISIR YANG MENDIRI MAJU DAN SEJAHTERA "

III. MISI

1. Meningkatkan kemampuan ekonomi daerah dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan serta jasa-jasa kelautan secara berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejateraan rakyat
2. Menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi partisipasi segenap lapisan masyarakat pemanfaatan sumber daya serta jasa-jasa kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
3. Memelihara dan mengembangkan sarana dan prasarana daya dukung dan kualitas lingkungan wilayah perairan umum, pesisir dan kelautan guna menjamin kesinambungan pembangunan
4. Meningkatkan kapasitas kelembagaan ekonomi, kesadaran hukum dan kualitas SDM di bidang teknologi kelautan dan perikanan.
5. Meningkatkan pengawasan dan perlindungan terhadap sumber daya kelautan dan perikanan secara optimal
6. Meningkatkan produksi melalui rekayasa teknologo penangkapan, budi daya dan pengloah


IV. POTENSI PERIKANAN DAN KELAUTAN

1. kondisi geografis dan demografi Nusa Tenggara Timur terdiri atas 19 Kabupaten
dan 1 Kota
- Panjang garis Pantai : 5.700 Km
- Perairan Laut : 191.484 Km2
- Mangrove : 51.854,83 Ha (11 Species
- Terumbu Karang : 160 jenis (15 Famili)
- Jumlah Desa Pantai : 639 Desa
- Jumlah nelayan : 110.202 Orang
- Jumlah Pulau : 566 Pulau
( 42 Pulau berpenghuni dan 524 pulau tidak berpenghuni)
- Wisata Bahari hampir seluruh pulau/pantai pesisir


2. Sumber Daya Perikana Tangkap

No Kelompok
Sumber Daya Potensi
(o,ooo Ton) Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
1. - Pelagis Besar 100,7 80,6
- Tuna 29,4 23,5
- Cakalang 33,9 27,1
- Paruh Panjang 7,8 6,2
- Tongkol 19,9 15,9
- Tengiri 9,9 7,9
2. Pelagis Kecil 201,0 160,8
3. Domersal 51,2 41,0
4. Udang 4,2 3,4
- Penoid 3,7 3,0
- Lobster 0,5 0,4
5. Cumi-cumi 1,7 1,4
6. Ikan Karang 6,3 5,0
J u m l a h 388,6 292,8



Jumlah
Hasil Produksi Perikanan Tangkap

No Jenis Produksi Tahun 2006 (Kg) Tahun 2007 (Kg)
1. Udang Beku 4.600 8.165
2. Lencam 57.210 69.000
3. Scampy 26.520,5 15.912
4. Crayfish 1.825 756
5. Teri Kering 16000 34.500
6. Ikan Belah Kering - 10.000
7. Cakalang 2.052.460 3.900.000
8. Tuna 59.413 -
9. Lobster 2400 -
J u m l a h 2.220.425,5 4.038.333
sumber : LPPMHP Provinsi Nusa Tenggara Timur



3. Sumber Daya Perikana Provinsi Nusa Tenggara Timur

No Jenis BudiDaya Potensi Tingkat Pemanfaatan Jenis Ikan yang di budidayakan
1. Budidaya Air laut 5.150 Ha 450 Ha RL, Mutiara, Ikan Karapu, Kakap, Tripang dsb.
51.300 Ha -
2. Budidaya Air Payau 35.455 Ha 343,4 Ha Bandeng, Udang
3. Budidaya Air Tawar 8.375 Ha - Karper, Nila, Mujair, Lele, Tawes dsb
4. Mina Padi 185 s/d 10.000 Ha - Karper, Tawes dsb



Jumlah
Hasil Produksi Budidaya Perikanan

No Jenis Produksi Tahun 2005
(Kg) Tahun 2006
(Kg)
1. Rumput Laut Kering 2.948.571 3.971.292
2. Bandeng 11.900 689.900
3. Belanak 4.000 800
4. Udang 6.400 23.100
5. Ikan Lainnya - 300
j u m l a h 2.970.871 4.685.291
sumber : Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur


2. Sarana dan Prsarana

a. Armada Perikanan
- Perahu tanpa motor : 20.768 Buah
- Perahu Motor Tempel : 3.609 Buah
- perahu Kapal Motor : 4.955 Buah
b. Alat Tangkap
- Payang : 741 Buah
- Purse Seine : 444 Buah
- Bagan : 902 Buah
- Rawai/ Long line : 564 Buah
- Pole and Line : 188 Buah
- Gill net : 20.672 Buah
- alat Tangkap lainnya : 33.204 Buah
c. Pelabuhan Perikanan
- PPP : 1 Unit
- PPI : 4 Unit
- TPI : 4 Unit
d. Laboratorium Mutu : 1 Unit
e. UPI
- Tradisional : 72 Unit
- Moderen : 3 Unit
- Terapung/Kapal Penampung : 8 Unit
f. cold storage : 5 Unit Kapasitas 220 Ton
g. Pabrik Es : 14 Unit Kapasitas 166 Ton
h. Balai Budidaya Ikan Pantai (BBIP) : 1 Unit
i. Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) : 1 Unit
j. Balai Benih Ikan Lokal (BBIL) : 1 Unit


V. MASALAH DAN TANTANGAN
1. Rendahnya Produktifitasnelayan dan pembudidaya karna :
- sebagian besar nelayan dan pembudidaya adalah nelayan tradisional
- ketimpangan tingkat pemanfaatan kawasan
- terjadinya kerusakan lingkungan ekosistem
- budaya masyarakat
2. rendahnya kemampuan penangalan dan pengolahan hasil perikanan.
3. pemasaran produk perikanan yang masih lemah
4. tata ruang kawasan yang belum jelas
5. persepsi usaha di bidang perikanan yang memiliki resiko tinggi walaupun hasilnya sangan menguntungkan
6. terbatasnya SDM perikanan


VI. STRATEGI
1. Memanfaatkan sumber daya dan jasa kelautan secara optimal, efisien dan berkelanjutan
2. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian SDI
3. Merehabilitasi ekosistem habitat pesisir dan laut
4. Penerapan iptek dan manajemen profesional pada setiap mata rantai.
5. Membantu dukungan modal
6. Memberdayakan sosial ekonomi masyarakat perikana dan kelautan
7. Mengembangkan dan memperkuat jaringan ekonomi
8. Menembangkan dan memperkuat sistem informasi
9. Mendukung pengembangan sistem dan mekanisme hukum dan kelembagaan
10. Menanamkan wawasan kelautan pada seluruh masyarakat


VII. KEBIJAKAN
1. Pengembangan penangkapan ikan
2. Penembangan budidaya ikan
3. Pengembangan pasca panen dan pemasaran
4. Penumbuhan dan pengembangan kelembagaan usaha melalui KUB, Kemitraan dan koperasi
5. Pengembangan sistem pengawasan
6. Pengembangan riset dan teknologi
7. Penataan wilayah pesisir dan laut
8. Pengembangan sumber daya manusia


Nusa Tenggara Timur merupakan Provinsi kepulauan dengan luas perairan laut mencapai kurang lebih 200.000 Km2 dengan panjang garis pantai 5.700 Km, mangrove 51.854.83 Ha yang terdiri dari 11 spesies dan 160 jenis terumbu karang. Luas perairan laut ini tentu memiliki sumber daya hayati perikanan yang besar, sekitar 240.000 ton per tahun. Kekayaan berupa ikan demersal, pelagis, tuna cakalang, sontong, ikan karang dan rumput laut, merupakan potensi yang cukup menjanjikan untuk usaha penagkapan ikan dan budi daya kelautan seperti budidaya mutiara, ikan hias, kepiting, teripang, ikan baronang, udang dan ikan kakap putih. Selain perikanan laut, provinsi ini juga sangat potensial untuk usaha tambak yang didukung dengan ketersediaan lahan 1.830. Ha. Dari jumlah areal tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal, termasuk budidaya ikan air tawar.

Potensi perikanan dan Kelautan yang merupakan komoditi andalan
di Provinsi Nusa Tenggara Timur

No Jenis Komoditi Kabupaten Keterangan
1. Pelagis Besar
Tuna, Cakalang, Tenggiri, Layang, Selar, Kembung, dll Tersebar di seluruh wilayah NTT Tersedia potensi lestari 388.60/ton/thn. (komsumsi lokal, regional dan export)
2. Pelagis Kecil :
Selar, teri, tembang, tenggiri, layang, dll Tersebar di seluruh wilayah NTT Komsumsi lokal, pasar regional dan umpan hidup untuk penangkapan ikan besar
3. Demersal :
Kerapu, Cumi-cumi, Lobster, Kerang Darah, Bawal putih, Bawal Hitam, gerot-gerot dan cucut. Tersebar di seluruh wilayah NTT terutama sepanjang pantai utara Flores Komsumsi lokal, regional dan export)


Data Usaha Tambak di Provinsi NTT

NO JENIS KOMODITI KABUPATEN KETERANGAN
1. Ikan Hias Kab. Kupang, Alor, Rote Nda'o, Ende, Manggarai, dan Manggarai Barat Tersedia
2. Mutiara Manggarai, Manggarai Barat, Flotim, Lembata, Sikka, Alor, Sumba Timur, Sumba Barat, Kupang Tersedia
3. Rumput Laut Kab. Kupang, Rote Nda'o, TTU, Perairan Utara Flores, Sumba Barat. Tersedia
4. Ikan Tambak Kab. Kupang, TTU, TTS, Belu, Sikka, Sumba Barat Tersedia
5. Tambak Udang Kab. Kupang, Belu, Ende, Flotim, Manggarai, Sumba Timur, Sumba Barat Tersedia


Data Potensi Lahan Budidaya Perikanan dan tingkat Pemanfaatannya :

NO JENIS POTENSI LAHAN (Ha) PEMANFAATAN
Ha %
1. Budidaya Laut 5.150 450 8.74
2. Budidaya Tambak 35.544 434.4 1.23
3. Budidaya air Tawar 8.375 284.5 3.40
4. Sawah 185 183.71 74.97
Data : Dinas Perikanan Provinsi NTT

PRODUK DOMESTIK RREGIONAL BRUTO NTT
MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA YANG BERLAKU

http://www.nttprov.go.id/bkpmd/web/index.php?hal=pdrb

TABEL
PDRB PROV. NTT
MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA YANG BERLAKU

No. Lapangan Usaha 2004 2005 2006
1. PERTANIAN 5.482.104.134 6.064.604.953 6.895.959.564
a. Tanaman bahan makanan 2.900.235.600 3.149.762.399 3.560.964.709
b. Tanaman perkebunan 498.162.474 591.732.718 642.338.547
c. Peternakan dan hasil2nya 1.549.179.763 1.698.503.024 1.936.536.193
d. Kehutanan 31.952.892 35.109.143 40.136.281
e. Perikanan 502.573.405 589.497.669 715.983.834
2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 200.094.305 219.864.691 240.485.531
a. Minyak dan Gas Bumi - - -
b. Pertambangan bukan migas - - -
c. Penggalian 200.094305 219.864.691 240.485.531
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 212.475.496 266.434.611 298.326.765
a. Industri migas - - -
b. Industri bukan migas 212.475.496 266434.611 298.326.765
4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 52.003.086 62.544.794 75.892.021
a. Listrik 36.128.446 46.150.000 55.735.622
b. Gas kota - - -
c. Air bersih 15.874.640 16.394.794 20.156.399
5. Bangunan/Konstruksi 984.560.903 1.118.016.352 1.247.017.980
6. Perdagangan 1.919.947.295 2.217.553.479 2.546.795.148
a. Perdagangan besar dan eceran 1.858.439.695 2.147.156.506 2.469.604.160
b. Perhotelan 25.511.140 31.001.556 34.024.182
c. Restoran 35.996.460 39.395.417 43.166.806
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 747.267.181 913.136.334 1.049.535.346
a. Angkutan 615.248.096 748.006.508 841.051.882
b. Komunikasi 132.019.085 165.129.826 208.483.464
8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 404.450.894 499.957.159 564.292.625
a. Bank 154.230.000 215.417.999 247.289.028
b. Lembaga Keuangan non Bank 88.061.312 103.962.532 118.515.901
c. Jasa Penunjang Keuangan - - -
d. Sewa Bangunan 144.059.078 161.346.800 177.432.541
e. Jasa Perusahaan 18.100.504 19.229.828 21.055.155
9. JASA-JASA 2.874.203.920 3.291.322.357 3.811.266.489
a. Pemerintahan Umum 2.076.914.920 2.409.383.265 2.848.415.540
b. Swasta 797.289.000 881.939.092 962.850.949
P D R B 12.877.107.214 14.653.434.730 16.729.571.469

SARANA DAN PRASARANA DAERAH

TRANSPORTASI LAUT

Untuk Perhubungan Laut di Nusa Tenggara Timur dilakuan oleh PT.Pelni, PT.ADSP
dan Perusahaan Daerah Flobamor milik Provinsi NTT.

ARMADA PENYEBERANGAN
DI NUSA TENGGARA TIMUR

No. L O K A S I JUMLAH ARMADA NAMA KMP KETERANGAN
1 Pulau Timor 6
Rokatenda
lle Ape
Lle mandiri
Balibo
Uma kalada
Pulau Sabu

Melayani peritis komersial


Dikelola oleh PD.Flobamor


2 Pulau Flores 2 Ina Lika
Cengkeh Afo
3 Pulau Alor 2 Inerie
Namparnor Melayani perintis Komersial
.

ARMADA KAPAL ANGKUTAN CEPAT JENIS RO-RO

No. LOKASI
(HOME BASE) JMLH ARMADA NAMA KMP KETERANGAN
1 Surabaya 1 Kirana Melayani Rute:Kupang-Ende-Surabaya,PP
2 Surabaya 1 Titian Nusantara Melayani Kupang Surabaya
.

SARANA ANGKUTAN LAUT

No. OPERATOR JMLH ARMADA NAMA KMP KETERANGAN
1 PT.PELNI 7 -Dobonsolo
-Tatamalau
-Siriwangi
-Wilis
-Awu
-Kelimutu
-Dobonsolo komersial
Komersial
Komersial
Komersial
Komersial
Komersial
Komersial
2 PD.FLOBAMOR 2 -Nemberala
-Nangalala Perintis
Perintis
.

JARINGAN TRANSPORTASI PENYEBERANGAN (FERRY RO-RO)

No. LINTASAN STATUS MENGHUBUNGKAN KETERANGAN
1 Labuan Bajo- Sape Antar Propinsi P.Flores-P.Sumbawa Kedua pelabuhan merupakan simpul jalan nasional
3 Kupang- Larantuk Antar Kab P.Timor-P.Rote KupanMerupakanSimpul Nasional dan pantai Baru Simpul Prop
4 Kupng-Ende Antar Kab P.Timor-P.Flores SDA
5 Ende-Waingapu Antar Kab P.Flores-P.Sumba SDA
6 Kupang-Aimere Antar Kab P.Timor-P.Flores SDA
7 Aimere-Waingapu Antar Kab P.Flores-P.Sumba SDA
8 Waingapu-Sabu Lokal P. Sumba- P.Sabu Waingapu Nasional dan Sabu Simpul Propinsi
9 Kupang-Kalabahi Antar Kab P.Timor-P.Alor Kupang Nasional dan Alor simpul Propinsi
10 Kalabahi-Teluk Gurita Antar Kab P.Alor-P.Timor Keduanya Merupakan Simpul Propinsi
11 Larantuka- Waiwerang- Lewoleba-Balauring- Baranusa- Kalabahi Antar Kab/Kota P.Flores-lembata dan P.Alor Larantuka SImpul Nasional,Lewolebadan Kalabahi Simpul Prop
12 Kupang-Leoleba Antar Kab P.Timor-P.Lembata Lembata Simpul Prop
13 Waikelo-Sape Antar Prop PSumba-Sumbawa Kedua Simpul Nasional
14 Kupang-Sabu Antar Kab P.Tmor-P.Sabu Kupang Merupakan Simpul Nasional dan Sabu Merupakan Simpul Prop
.

JARINGAN ANGKUTAN LAUT PERINTIS NTT

No. TRAYEK JARINGAN PELAYARAN MENGHUBUNGKAN KETERANGAN
1 R-16A 1.470 Kupang-Ndao- Sabu-RAijua-Ende- Maumbawa -Mboring-Waingapu-Waikelo- Labuan Bajo-Waingapu-Mborong- Aimere-Mambawa-Ende-Raijua- Sabu-Ndao-Kpang -Untuk distribusi 9 bahan pokok keseluruh wilayah propinsi NTT
-Menunjang jaringan pengamanan sosial
2 R-16 B 813 -Kupang-Kalabahi-Maritaim- Lirang-Kisar-Selatan Daya(wonreli)-Kisar- Ilwaki-Lurang- Lirang-Maritaim-Kalabahi-Kupang -Untuk distribusi 9 bahan pokok keseluruh wilayah propinsi NTT
-Menunjang jaringan pengamanan sosial


3 R-17A 978 -Kupang-Larantuka- Balauring-Baranusa- Atapupu-Kalabahi-Baranusa- Balauring-Larantuka- Kupang-Boking-Kupang -Untuk distribusi 9 bahan pokok keseluruh wilayah propinsi NTT
-Menunjang jaringan pengamanan sosial

4 R-17B 886 Kupang- Maumere- Palue-Marapokot- Reo Idem
.

JARINGAN ANGKUTAN LAUT
KOMERSIAL OLEH KAPAL PENUMPANG PELNI

No. NAMA KAPAL MENGHUBUNGKAN KETERANGAN
1 KM.DOBONSOLO Kupang-Benoa(arah barat)
Kupang-Ambon(arah timur) Angkutan penumpang
2 KM.AWU Kupang-Ende-Waingapu-Lembor-Benoa-(arah barat)dan Kupang-kalabahi-Maumere(Arah timur) Angkutan penumpang
3 KM.WILIS Kupang-Rote-Sabu- Ende-Waingapu-Labuan Bajo dst(arah barat) Angkutan penumpang
4 KM. TATAMAILAU Kupnag-Larantuka(arah barat) Kupang-Larantuka-Saumlai(arah timur) Angkutan penumpang


PERKEMBANGAN INVESTASI DI
NUSA TENGGARA TIMUR



Upaya pemerintah untuk memulihkan kembali perekonomian Nasional melalui langkah-langkah reformasi diberbagi bidang telah menampakan hasil. Pertumbuhan ekonomi telah menunjukan perbaikan dari keadaan minus 13.68% tahun 1998 menjadi positif pada tahun 2000 yaitu 4.77% dan terus mengalami peningkatan.

Namun pertumbuhan ekonomi tersebut agak pincang dikarenakan hanya digerakan oleh meningkatnya konsumsi masyarakat dan pemrintah bukan akibat peningkatan investasi dan ekspor. Oleh karna itu kedepan peningkatan investasi dan ekspor menjadi tumpuan harapan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

Perkembangan investasi secara nasional terus terus mengalami peningkatan hingga tahun 2005 telah disetujui 2.399 proyek PMDN nilai investasi Rp 459,5 Triliun dan proyek PMA dengan nilai investasi US$ 115,5 miliyard. Dari persetujuan ini tingkat realisasi secara nasional sebanyak 681 proyek PMDN (30.53%) dengan nilai investasi sebesar Rp 38,9 Triliun (8,56%) sedangkan PMA sebanyak 3.643 proyek (36,00%) dengan nilai investasi sebesar US$ 27 miliyard (25%)

Di Provinsi Nusa Tenggara Timur periode sampai dengan 2005 adalah berjumlah 64 perusahaan yaitu 30 proyek PMDN dengan rencana investasi Rp 4.609.065.765.500 dan realisasi sebesar Rp 192.930.160.149,- sedangkan untuk proyek PMA 34 proyek dengan rencana investasi US$ 309.286.047 dan realisasi sebesar US$ 34.795.140.

Proyek- proyek PMA dan PMDN tersebut terbesar di 16 Kabupaten/ Kota se- Nusa Tenggara Timur dengan rincian sektor yang diminati adalah :
• Sektor industri 15 perusahaan dengan rincian 8 PMDN dan 7 PMD
• Perikanan dan kelautan 15 perusahaan dengan rincian 7 PMDN
• Perkebunan 2 perusahaan dengan rincian 1 PMDN dan 1 PMA
• Pariwisata 17 perusahaaan dengan rician 6 PMDN dan 11 PMA
• Perumahan 3 perusahaan untuk PMDN
• Perdagangan 4 perusahaan untuk PMA
• Perhubungan 1 perusahaan untuk PMDN
• Pertambangan 1 perusahaan untuk PMDN
• Sektor lainnya 6 perusahaan dengan rinciaan 3 PMA dan 3PMDN
Jumlah tenaga kerja baik Tenaga Kerja Indonesia maupun Asing sebanyak 2820 orang dengan rincian sebagai berikut :
- Tenaga Kerja Indonesia sebanyak : 2.801 orang
- Tenaga Kerja Asing sebanyak : 19 orang

PRODUK DOMESTIK RREGIONAL BRUTO NTT
MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA YANG BERLAKU

TABEL
PDRB PROV. NTT
MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA YANG BERLAKU

No. Lapangan Usaha 2004 2005 2006
1. PERTANIAN 5.482.104.134 6.064.604.953 6.895.959.564
a. Tanaman bahan makanan 2.900.235.600 3.149.762.399 3.560.964.709
b. Tanaman perkebunan 498.162.474 591.732.718 642.338.547
c. Peternakan dan hasil2nya 1.549.179.763 1.698.503.024 1.936.536.193
d. Kehutanan 31.952.892 35.109.143 40.136.281
e. Perikanan 502.573.405 589.497.669 715.983.834
2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 200.094.305 219.864.691 240.485.531
a. Minyak dan Gas Bumi - - -
b. Pertambangan bukan migas - - -
c. Penggalian 200.094305 219.864.691 240.485.531
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 212.475.496 266.434.611 298.326.765
a. Industri migas - - -
b. Industri bukan migas 212.475.496 266434.611 298.326.765
4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 52.003.086 62.544.794 75.892.021
a. Listrik 36.128.446 46.150.000 55.735.622
b. Gas kota - - -
c. Air bersih 15.874.640 16.394.794 20.156.399
5. Bangunan/Konstruksi 984.560.903 1.118.016.352 1.247.017.980
6. Perdagangan 1.919.947.295 2.217.553.479 2.546.795.148
a. Perdagangan besar dan eceran 1.858.439.695 2.147.156.506 2.469.604.160
b. Perhotelan 25.511.140 31.001.556 34.024.182
c. Restoran 35.996.460 39.395.417 43.166.806
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 747.267.181 913.136.334 1.049.535.346
a. Angkutan 615.248.096 748.006.508 841.051.882
b. Komunikasi 132.019.085 165.129.826 208.483.464
8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 404.450.894 499.957.159 564.292.625
a. Bank 154.230.000 215.417.999 247.289.028
b. Lembaga Keuangan non Bank 88.061.312 103.962.532 118.515.901
c. Jasa Penunjang Keuangan - - -
d. Sewa Bangunan 144.059.078 161.346.800 177.432.541
e. Jasa Perusahaan 18.100.504 19.229.828 21.055.155
9. JASA-JASA 2.874.203.920 3.291.322.357 3.811.266.489
a. Pemerintahan Umum 2.076.914.920 2.409.383.265 2.848.415.540
b. Swasta 797.289.000 881.939.092 962.850.949
P D R B 12.877.107.214 14.653.434.730 16.729.571.469